Dalam sambutannya pada acara lokakarya bagi para pemasok yang diselenggarakan oleh PT SMART bulan Maret 2016, Bayu Krisnamurthi, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP Sawit) menghimbau peran pemasok industri kelapa sawit untuk menjadi katalisator perubahan terutama dalam menghadapi kebutuhan internasional terhadap produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan.
Sektor kelapa sawit Indonesia sedang mengalami transformasi yang berjalan dengan cepat. Hal ini didorong oleh pemahaman yang lebih baik dari pelaku industri tentang pentingnya praktik-praktik berkelanjutan dalam memastikan masa depan bisnis ini dalam jangka panjang, serta meningkatnya tuntutan konsumen dari berbagai pasar terhadap produk yang menganut praktik berkelanjutan. Keadaan ini telah mendorong terciptanya arah yang lebih jelas bagi pelaku industri kelapa sawit di Indonesia terkait dengan praktik keberlanjutan.
Kita melihat adanya indikasi kuat dari regulator nasional, mitra-mitra kita di Eropa, serta negara-negara tetangga terhadap komitmen mereka tentang keberlanjutan. Transformasi ini akan menjadi sebuah patokan baru bagi pelaku industri dalam beroperasi.
Sebagai contoh, saat ini negara-negara Eropa berkomitmen untuk menggunakan 100 persen minyak kelapa sawit berkelanjutan hingga tahun 2020. Hanya dalam waktu setahun, ada negara Eropa yang akan mengenakan tambahan biaya impor untuk minyak sawit yang belum menjalankan praktik berkelanjutan sebesar EUR 30. Dan negara lain sepertinya punya ide yang sama.
Jika sebelumnya kita berpikir diskusi COP 21 di Paris hanya sekedar wacana, dengan mencermati perkembangan yang terjadi saat, perubahan-perubahan ini akan terasa semakin nyata.
Saya bisa mengerti bahwa reaksi awal kita adalah menolak dan meminta pemerintah mengubah situasi tersebut. Pemerintah tentunya memberikan upaya terbaik untuk memperjuangkan ini, namun kita tidak bisa menghindari fakta bahwa sampai kita telah mencapai kesepakatan untuk mengkaji kembali aturan baru ini, kita tetap harus mematuhi situasi dan standard yang berlaku.

Menyikapi kondisi ini, mungkin menjual produk ke rekan-rekan di China dan India menjadi pilihan yang dapat dijalankan; lagipula mereka lebih akomodatif dan tidak memiliki standard yang sulit untuk dipenuhi dibandingkan dengan negara-negara di Eropa. Tapi kita harus berhati-hati dan waspada, karena kita akan menyaksikan lebih banyak lagi perubahan di waktu dekat ini. Kita bisa lihat bahwa anggaran pengeluaran China untuk hal yang mendorong praktik keberlanjutan usaha, jauh lebih besar dari dana yang dianggarkan negara-negara Eropa. Meskipun fakta ini tidak selalu berdampak langsung terhadap industri kelapa sawit, namun hal ini memberikan gambaran perubahan yang akan terjadi di masa mendatang terutama dalam praktik keberlanjutan.
“Sektor industri kelapa sawit Indonesia memasuki fase perubahan penting yang akan mempengaruhi kita semua. Perubahan-perubahan ini bukanlah sesuatu yang layak kita hindari atau kesampingkan.”
Sebagai pemasok, Anda adalah motor untuk sebuah perubahan. Pemasok memainkan peran yang sangat penting di rantai pasok kelapa sawit yang dapat mendorong perubahan. Dengan menggunakan aspek keberlanjutan sebagai faktor penting yang memberikan daya saing dalam rantai nilai, transformasi akan terjadi secara organik.
Melalui kesempatan yang baik ini, saya juga ingin mengingatkan kita semua tentang ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) sebagai bagian dari kebijakan Pemerintah Indonesia yang perlu ditaati oleh semua pelaku industri di dalam negeri. Sebagai contoh, Tandan Buah Segar (TBS) dari kawasan konservasi pemerintah , dikategorikan sebagai ilegal. Ini juga berarti menerima, membeli dan mengolah buah yang berasal dari perkebunan yang melanggar peraturan dan standard keberlanjutan tersebut adalah melanggar hukum.
Kita bisa bayangkan bahwa dalam waktu dekat akan sangat sulit untuk menjual minyak sawit mentah bila tidak mengikuti praktik berkelanjutan, karena kedepan pasar yang hanya menerima minyak sawit berkelanjutan akan berkembang pesat. Jadi, pertanyaannya adalah apakah kita tetap bersikeras pada pendirian kita dan menolak untuk beradaptasi sementara negara-negara lain secara perlahan ataupun dengan cepat beradaptasi dengan perubahan?
Saya berpendapat bahwa jauh lebih baik bagi kita untuk tidak melawan gelombang perubahan menuju keberlanjutan, tapi mari mencari cara agar dapat membuat yang ilegal menjadi legal dan yang belum disertifikasi agar disertifikasi. Kita perlu beradaptasi, kita perlu berubah, dan kita perlu melihat keberlanjutan sebagai sebuah perubahan yang kita butuhkan dan inginkan, maka dengan beradaptasi kita akan mempersiapkan diri untuk hari depan yang jauh lebih baik.
Kelapa sawit berkelanjutan adalah apa yang kita inginkan, bukan karena seseorang meminta kita untuk mematuhi hal tersebut, bukan karena kita telah menandatangani perjanjian, tapi karena kita ingin pendapatan dari minyak kelapa sawit dapat terus dipertahankan dari generasi ke generasi.