*Kisah berikut dituturkan dari sudut pandang orang pertama
Saat saya duduk untuk menuliskan cerita ini, kenangan mengenai perjalanan hidup saya sejak lulus kuliah hingga menjadi pemilik usaha kecil yang sukses di bidang kerajinan tangan mahar kembali teringat. Nama saya Nila Septiana Wulandari, pengrajin mahar buatan tangan dari Tapung Hilir, Riau, dan kisah berikut adalah tentang keuletan, kreativitas, serta keyakinan kuat bahwa kesuksesan akan menghampiri siapa pun yang berani bermimpi.
Impian kota besar
Pada tahun 2013, setelah lulus dari universitas dengan gelar sarjana jurusan Akuntansi, visi saya tertuju pada karier di dunia perbankan. Layaknya sarjana yang baru lulus, saya membayangkan diri bekerja di kota besar yang ramai, menjelajahi dunia korporat, dan mendaki tangga karier di sana. Namun, hidup ternyata memiliki rencana lain untuk saya.
Pencarian kerja di kota besar ternyata membuahkan sederet penolakan. Sembari berjuang agar tidak larut dalam rasa frustrasi, saya kembali ke kampung halaman, Desa Tapung Hilir di Provinsi Riau, untuk membantu orang tua menjalankan usaha pemanenan kelapa sawit mereka. Hal itu bukanlah sesuatu yang pernah saya bayangkan sebelumnya, tetapi terkadang hidup memiliki cara untuk membawa kita ke jalan yang tidak pernah kita duga.
Menggeluti dunia jasa pernikahan
Sambil membantu orang tua, saya mulai menjalankan bisnis sampingan berjualan hijab. Meski mungkin bukan pekerjaan yang paling glamor, usaha ini membantu saya memenuhi kebutuhan hidup. Namun, pada saat itulah saya menemukan peluang bisnis yang kemudian mengubah hidup saya.
Saat menghadiri berbagai acara pernikahan di kota kelahiran, saya memperhatikan banyak mempelai wanita Muslim tidak menghias diri dengan inai (henna), yaitu pewarna tradisional berbahan tumbuhan yang halal dan lazim digunakan dalam seni hias tubuh sementara. Menurut saya, itu adalah gagasan bisnis yang potensial untuk dimanfaatkan, dan saya pun memutuskan mencoba usaha tersebut. Didorong minat di bidang seni, saya mulai menawarkan jasa lukis henna ke calon pengantin di kampung halaman.
Seiring dengan bisnis lukis henna yang mulai berkembang, saya juga mencari peluang lain yang berkaitan dengan jasa pernikahan. Inilah yang membawa saya ke bisnis berikutnya, yaitu membuat karangan bunga untuk acara pernikahan. Saya perhatikan waktu itu masih belum ada penyedia jasa karangan bunga di desa saya, sehingga pada tahun 2015 saya mengambil lompatan besar dengan mengembangkan bisnis yang berkaitan dengan pernikahan.
Merangkai mimpi dan kerajinan mahar
Perjalanan saya menjadi kian menarik pada tahun 2016 saat saya memutuskan menekuni usaha kerajinan mahar. Inspirasi bisnis ini muncul ketika saya menyadari mahar yang digunakan dalam acara pernikahan di daerah saya sudah terlalu umum. Orang hanya melihat mahar yang “itu-itu saja” di setiap pernikahan. Saya pun bertekad untuk membuat sesuatu yang unik, yang menarik dan membuat pernikahan menjadi semakin istimewa.

Dengan keterbatasan sumber daya, saya mencari inspirasi dari alam. Saya mulai menggunakan bunga-bunga kering dari jagung dan tanaman lain di daerah saya untuk membuat mahar dan hadiah pernikahan bergaya alami. Prosesnya cukup menantang, membutuhkan ketelitian dan ketekunan luar biasa untuk menyelesaikan seperangkat mahar, namun kepuasan dalam menghasilkan karya indah dari nol tidak dapat diukur.

Memperluas wawasan
Pada tahun 2021, perjalanan saya sebagai wirausahawan kecil memasuki babak baru. Ada peluang yang tidak boleh kulewatkan, yaitu mengikuti pelatihan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang diselenggarakan Sinar Mas Agribusiness and Food sebagai bagian dari Bright Future Initiative.
Waktu pelaksanaannya saat itu cukup menimbulkan tantangan tersendiri dan di luar prediksi karena dunia sedang berjuang melawan pandemi COVID-19. Walau demikian, saya bertekad menyelesaikannya. Bersama para pemilik usaha kecil lain, saya mengikuti pelatihan daring bernama Lokakreasi dengan semangat membawa cita-cita saya di dunia kewirausahaan selangkah lebih maju.
Pelatihan itu, yang meliputi pengembangan produk, pembukuan, dan perluasan pasar, menambah wawasan dan membekali saya dengan keterampilan untuk mengembangkan bisnis ke level yang lebih tinggi. Terinspirasi pelatihan ini, perhatian saya pun beralih ke pemasaran digital untuk produk kerajinan tangan yang saya buat, metode yang sebelumnya ragu saya coba.
Kendati akrab dengan berbagai platform e-commerce, gagasan untuk membuka toko online sendiri adalah sesuatu yang cukup menantang, terutama karena saya tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang memadai tentang cara mengelola dunia ritel dan penjualan online yang kompleks. Akan tetapi, pelatihan yang kuikuti memberi saya rasa percaya diri dan perangkat yang dibutuhkan untuk membuat lompatan besar seperti itu. Saat ini, toko online saya telah berkembang pesat dengan produk yang menarik minat, bahkan dari luar wilayah Provinsi Riau.
Merangkul transformasi digital
Di samping membuka toko online, salah satu prestasi membanggakan dalam perjalanan bisnis saya adalah keberhasilan memodernisasi operasional penjualan. Sebelum transformasi, saya menangani semuanya secara manual, dari membuat faktur penjualan dan label barang hingga mengatur jadwal pengiriman. Di samping memakan waktu, cara ini juga memiliki peluang terjadinya kesalahan.
Namun, dengan ilmu yang saya pelajari dari pelatihan Bright Future Initiative, saya berhasil bertransisi ke sistem digital untuk menjalankan semua proses itu. Saya bahkan berhasil memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) yang merupakan langkah yang secara signifikan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap bisnis saya. Modernisasi proses-proses penting ini tidak hanya merampingkan operasional usaha, tetapi juga membantu saya memberikan layanan yang lebih efisien dan terpercaya bagi konsumen.
Mengalahkan skeptisisme
Mengenang kembali perjalanan hidup saya, saya selalu teringat pada sikap skeptis yang kudapati saat pulang ke kampung halaman setelah lulus dari universitas. Orang-orang di sekitar saya heran mengapa saya harus mengejar pendidikan tinggi hanya “untuk menjadi petani dan pemilik usaha kecil”. Akan tetapi, saya mampu berdiri di hadapan mereka kini, bukan untuk menunjukkan bahwa saya telah membuktikan diri kepada mereka, melainkan dengan rasa syukur atas setiap liku-liku perjalanan hidup saya.
Sekarang ini, produk kerajinan tangan saya, baik henna, karangan bunga, maupun mahar, tidak saja sangat disukai di kota kelahiran saya, tetapi juga berhasil menyentuh hati dan menjangkau rumah banyak orang di daerah yang jauh. Saya berterima kasih kepada orang tua dan masyarakat di sekitar saya, dan program pelatihan UMKM yang telah membukakan pintu menuju keberhasilan yang lebih besar.

Saya juga belajar bahwa kesuksesan tidak selalu berarti harus mengikuti jalur yang lurus menuju tujuan yang telah ditetapkan. Terkadang, kesuksesan berarti bagaimana kita menyesuaikan diri dengan keadaan, menangkap peluang, dan mewujudkan cita-cita dengan sungguh-sungguh. Perjalanan dari seorang pencari kerja menjadi pemilik usaha yang maju telah menyadarkan saya bahwa jalan yang tidak banyak dilalui orang mungkin tidak hanya akan membawa ke tempat-tempat terindah, tetapi juga menyuguhkan pemandangan di sepanjang jalan yang lebih memukau dari yang kita duga.
———————————————-
Sudut pandang/Narasi: Nila Septiana Wulandari adalah perempuan pengusaha kerajinan mahar dari Tapung Hilir, Riau, Indonesia. Beliau telah menjalankan usaha ini sejak tahun 2016.
Bu Nila merupakan salah satu pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang didukung Bright Future Initiative Perusahaan.
Bright Future Initiative bertujuan menjalin kerja sama dengan masyarakat lokal dalam meningkatkan taraf ekonomi dan membantu mereka agar semakin tangguh dalam jangka panjang.
Kami memiliki minat aktif dalam membangun masyarakat yang lebih kuat. Mulai dari kemitraan strategis hingga pemberdayaan ekonomi, upaya kami terus berkembang.
Temukan beragam pendekatan kami dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
———————————————-