menu bar
close-grey

Yang diperlukan untuk membangun rantai pasok bebas deforestasi

Posted: Nov 03, 2022 6 minute read SMART 871 views

Produksi pangan berkelanjutan merupakan aspek penting dalam mendorong transisi menuju masa depan yang lebih sehat bagi manusia maupun Bumi kita. Di tengah perubahan iklim yang membawa risiko besar bagi sektor pangan, para pelaku usaha harus dapat mengatasi inefisiensi dalam rantai pasok guna menanggulangi dampak karbon dari kegiatan produksi dan konsumsi yang dihasilkan. Bisnis yang gagal dalam mengintegrasikan strategi iklim yang cerdas dalam proses pengambilan keputusannya tentu akan menghadapi konsekuensi serius, dari memburuknya reputasi hingga ketidakpastian rantai pasok dalam jangka panjang.

Diskusi panel yang baru-baru ini diselenggarakan bertajuk “Emisi dari kegiatan pertanian dan rantai pasok” sebagai bagian dari Food Navigator Digital Summit 2022 – Climate Smart Food, membahas mengenai keterkaitan antara nutrisi, kesehatan, keanekaragaman hayati, dan iklim serta bagaimana inovator dapat merespons dengan cara baru dan inventif dalam membangun sistem pangan rendah karbon. Diskusi tersebut menekankan pada menjawab tantangan seperti deforestasi dan bagaimana kita perlu mengambil tindakan kolektif dan kolaboratif. Enam pakar dari berbagai organisasi/lembaga (Sinar Mas Agribusiness and Food, Tony’s Chocolonely, dan University of Cambridge) dan organisasi nonprofit (Rainforest Alliance, Food Navigator, dan AidEnvironment) membahas inefisiensi dalam rantai nilai makanan. Bersama mereka menggali sejumlah opsi inovatif dalam produksi pangan yang terbukti lebih rendah karbon.

Enam pakar dalam diskusi panel
Enam pakar dalam diskusi panel tentang emisi kegiatan pertanian dan rantai pasok. Searah jarum jam dari kiri atas ke kiri bawah: Katy Askew (Moderator Panel, Food Navigator), Fabian Calvo Romero (Biodiversity Manager, Rainforest Alliance), Ywe Franken (Farming Accelerator, Tony’s Chocolonely), Dr Götz Martin (Director of Sustainability and Strategic Projects, Golden Agri-Resources), Rachael Garrett (Professor of Conservation and Development, University of Cambridge), dan Marco Garcia (Geographic Information System Specialist, AidEnvironment)

Kemamputelusuran dan transparansi di sepanjang rantai pasok

Kemamputelusuran merupakan langkah awal yang sangat penting untuk memastikan rantai pasok bebas deforestasi. Director of Sustainability and Strategic Projects, Dr Götz Martin, menyoroti pentingnya transparansi dalam perjalanan keberlanjutan Perusahaan. Beliau menjelaskan bahwa rantai pasok minyak kelapa sawit memiliki keunikan tersendiri. “Menarik jika kita lihat struktur industri minyak kelapa sawit, terfragmentasi di hulu (di perkebunan) namun relatif terkonsentrasi (dalam pengolahan) di hilir,” jelasnya. Karakteristik pembeda ini, yang spesifik dalam bisnis minyak kelapa sawit, membuat transparansi dan kemamputelusuran semakin penting dalam menjamin keberlanjutan di seluruh rantai pasok.

Kendati pabrik kelapa sawit (PKS) Perusahaan telah mencapai 100% kemamputelusuran sejak tahun 2017, Perusahaan terus berkolaborasi dengan PKS pemasok pihak ketiga yang melakukan pengadaan/pembelian dari petani maupun agen lain untuk menelusuri dan mengidentifikasi sumber bahan baku. Proses ini memastikan tercapainya Kemamputelusuran ke Perkebunan (Traceability to Plantation/TTP) yang lebih baik dan membantu kami mengidentifikasi serta melibatkan peran petani swadaya serta meningkatkan keterampilan dan memperkuat praktik pertanian mereka. Sampai dengan akhir 2021, Perusahaan telah mencapai 95% TTP bagi seluruh rantai pasok kelapa sawitnya.

Perusahaan bekerja sama dengan para pemasok untuk memastikan penerapan praktik TTP. Program terbaru kami dalam mendukung pemasok, Ksatria Sawit, mempertemukan PKS pemasok dengan perusahaan agroteknologi Koltiva untuk membantu tercapainya 100% TTP di seluruh rantai pasok Perusahaan. Upaya ini sejalan dengan Kebijakan Sosial dan Lingkungan GAR (KSLG) yang efektif sejak tahun 2016.

Sebagai produsen bertanggung jawab, Perusahaan melakukan pendekatan proaktif dan preventif untuk menjamin konservasi hutan dan lahan gambut:

  • Kami merupakan produsen minyak kelapa sawit pertama yang menerapkan Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy/FCP) pada tahun 2011.
  • Kami mengalokasikan lahan seluas 79.900 hektar untuk kawasan konservasi, terdiri dari kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan hutan dengan Stok Karbon Tinggi (SKT).
  • Kami telah melakukan revegetasi kawasan seluas lebih dari 1.100 hektar sebagai bagian dari proyek rehabilitasi ekosistem gambut.
  • Kami bekerja sama dengan masyarakat lokal dalam Pemetaan Partisipatif (Participatory Mapping/PM) dan Perencanaan Konservasi Partisipatif (Participatory Conservation Planning/PCP) untuk membantu desa memetakan berbagai kawasan penting serta menjawab persoalan, kebutuhan, dan aspirasi masyarakat lokal.

Pada akhirnya, upaya memastikan kemamputelusuran rantai pasok minyak kelapa sawit adalah perjalanan berkesinambungan yang membutuhkan komitmen serta aksi kolaboratif dari para pemain utama di industri ini. Memperoleh pandangan yang komprehensif mengenai pemasok Perusahaan dan hubungan di antaranya memungkinkan Perusahaan untuk berinvestasi pada rantai pasok yang semakin efisien namun juga tangguh.

Kebijakan dan sertifikasi yang harus diterapkan oleh bisnis

Professor of Conservation and Development dari University of Cambridge, Rachael Garrett, mengatakan “Pemicu utama (deforestasi) adalah meningkatnya permintaan minyak nabati.” Beliau lalu menjelaskan perbedaan antara beragam kasus deforestasi sehingga dibutuhkan pendekatan tersendiri melalui kebijakan publik yang tepat sesuai bermacam tingkatan deforestasi yang terjadi. Mengidentifikasi prosedur yang tepat untuk mengurangi laju deforestasi mendorong semua pelaku usaha dalam memahami pemicu deforestasi secara struktural.

Di Indonesia, pemerintah telah memberlakukan beragam kebijakan yang melarang penebangan hutan. Pemerintah juga telah mengeluarkan moratorium perizinan untuk perkebunan kelapa sawit baru, melakukan praktik mitigasi kebakaran hutan, menjalankan strategi mitigasi lahan, melaksanakan program kehutanan sosial yang berkesinambungan, serta memperkuat tindakan tegas terhadap pelanggaran lingkungan.

“Pemerintah Indonesia bertindak melalui berbagai moratorium untuk memfasilitasi penanganan masalah ini. Pada saat bersamaan, sektor swasta juga berkolaborasi dengan masyarakat sipil dan komunitas untuk menciptakan perangkat serta melakukan pendekatan sinergis bersama berbagai pemangku kepentingan. Kami boleh berbangga karena Indonesia telah mencatat penurunan angka deforestasi selama lima tahun berturut-turut. Pada tahun 2020, Indonesia berhasil mencatat laju deforestasi tahunan terendah sejak 1990 lalu, yaitu penurunan sebesar 75% dari tahun 2019,” lanjut Pak Götz.

Biodiversity Manager dari Rainforest Alliance, Fabian Calvo Romero, kemudian membahas peran sertifikasi dalam mengukur dan mengambil tindakan tegas terhadap deforestasi. Beliau menjelaskan, “Sertifikasi merupakan alat yang kuat dan terukur untuk mewujudkan transformasi rantai pasok. Sertifikasi dapat menjadi mekanisme yang memudahkan perusahaan dan pemangku kepentingan dalam mengidentifikasi risiko dan mengatasi dampak yang ditimbulkan.”

Perusahaan ikut berperan dalam skema sertifikasi terkait, termasuk Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), International Sustainability & Carbon Certification (ISCC), dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Dari pemetaan rantai pasok Perusahaan, kami mengetahui bahwa pada tahun 2021, 54 persen dari PKS pemasok kami atau 58 persen dari pasokan menurut volume telah bersertifikasi RSPO dan/atau ISPO. Kami juga menerapkan metode tambahan, yaitu kerangka No Deforestation, No Expansion on Peat and No Exploitation Implementation Reporting Framework (NDPE IRF), untuk melacak kinerja rantai pasok Perusahaan dalam NDPE dan menyampaikan perkembangannya kepada pemangku kepentingan terkait.

Walaupun tampaknya Indonesia telah bergerak ke arah yang tepat, ini barulah permulaan bagi Indonesia untuk mencapai tujuannya sesuai yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDCs).

Dukungan berkesinambungan bagi petani dan pemasok

Petani di industri minyak kelapa sawit adalah pelaku penting yang paling membutuhkan uji kelayakan, regulasi, dan dukungan. Agar berhasil melibatkan petani, menjaga tingkat kemamputelusuran yang tinggi, sekaligus memerangi deforestasi, pelaku usaha perlu melakukan pendekatan spesifik yang sesuai dengan konteks pada setiap kebutuhan.

“Perusahaan senantiasa mendorong petani kelapa sawit untuk membudidayakan tanaman subsisten yang dapat mereka konsumsi, mendukung ketahanan pangan, dan menghasilkan penghasilan tambahan. Kami memandang petani kelapa sawit sebagai mitra bisnis,” lanjut Pak Götz.

Melalui Program Pertanian Ekologi Terpadu (dulu Program Mata Pencaharian Alternatif), yang diperkenalkan pada tahun 2016, Perusahaan mengajarkan berbagai praktik pertanian berkelanjutan kepada petani dan masyarakat. Perusahaan juga mendorong mereka untuk menanam sendiri tanaman subsisten yang bervariasi untuk meningkatkan ketahanan dan swasembada pangan serta menciptakan penghasilan tambahan.

Investasi Perusahaan di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat dan kemitraan konservasi mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat lokal.

Bekerja sama dengan para petani kelapa sawit
Bekerja sama dengan para petani kelapa sawit untuk menerapkan praktik pertanian berkelanjutan

Perusahaan juga berkolaborasi dengan mitra seperti Neste, Earthworm Foundation, dan Nestlé untuk membantu petani menerapkan praktik-praktik yang bertanggungjawab, mematuhi komitmen bebas deforestasi, meningkatkan sertifikasi keberlanjutan bagi petani swadaya, serta meningkatkan kesejahteraan mereka.

Dalam menjawab tantangan yang dihadapi petani dalam penerapan praktik-praktik pertanian berkelanjutan, tidak ada solusi tunggal untuk semua. Pak Götz menjelaskan beberapa solusi untuk mengatasi tantangan tersebut. Beliau menyebutkan perlunya diversifikasi kelapa sawit, menciptakan sistem yang lebih tangguh, dan meningkatkan berbagai sumber pendapatan. Kita harus berkolaborasi dengan bisnis-bisnis lain dan masyarakat serta melakukan pendekatan bersama berbagai pemangku kepentingan dan membuat perangkat yang mampu menjawab berbagai tantangan di bidang ini.

Mengakhiri diskusi panel, Pak Götz menegaskan bahwa perjuangan melawan deforestasi harus menjadi tanggung jawab bersama di mana semua orang memiliki peranannya masing-masing. Sangat penting bagi kita untuk menciptakan dunia yang lebih tangguh, dan untuk mewujudkannya, kita harus lebih peduli satu sama lain.

Di tingkat global, lebih dari 1.000 perusahaan lintas industri telah berkomitmen untuk mengambil tindakan segera dalam mengurangi separuh emisi global, dan lebih dari 100 pemimpin dunia telah berjanji untuk memerangi dan membalikkan laju deforestasi pada tahun 2030. Itu semua harus dimulai dari cara berpikir kita bersama yang bertanggung jawab.

Perusahaan berperan aktif dalam memastikan transformasi rantai pasok minyak kelapa sawit yang berkelanjutan. Pelajari lebih lanjut di sini.

Jika Anda ingin menggali lebih dalam komitmen Perusahaan terhadap keberlanjutan, kunjungi tautan ini.

 

Tetap up-to-date dengan berita terbaru dengan berlangganan buletin bulanan kami di sini

fb twitter linkedin mail