Perubahan iklim dan segala hal yang berhubungan dengan iklim menjadi bagian hidup kita sehari-hari. Setelah mengalami dampak kabut asap, kekeringan, banjir, suhu yang tinggi atau rendah tanpa mengenal musim, tidak ada yang menyangkal bahwa perubahan iklim sedang terjadi.
Dibarengi dengan kekaguman kita pada teknologi pintar, tidak begitu mengherankan mendengar istilah “pertanian cerdas iklim” saat ini menjadi bagian dari kosakata modern kita.
Tanpa mengupas lebih jauh sisi semantik dari istilah tersebut, salah satu tantangan utama yang kita hadapi adalah bagaimana memastikan bahwa tanaman pangan tidak mengalami gagal panen saat menghadapi perubahan iklim dan fenomena cuaca ekstrim. Kegagalan tersebut dapat membawa konsekuensi buruk seperti kekurangan pangan. Tahun lalu, Organisasi amal Inggris, Oxfam memperingatkan bahwa akibat pola cuaca El-Niño yang parah, 10 juta orang di Afrika Selatan, Amerika Tengah, Etiopia, dan sebagian Asia Tenggara terancam kelaparan karena gagal panen yang disebabkan oleh kekeringan.
Food Agriculture Organisation (FAO) mendefinisikan pertanian cerdas iklim sebagai “pendekatan dengan memberikan panduan terhadap tindakan yang diperlukan dalam mengubah atau mengarahkan kembali sistem pertanian yang ada menuju sistem pertanian yang efektif untuk mendukung pengembangan dan menjamin keamanan pangan dengan adanya perubahan iklim.” Ini termasuk sedapat mungkin meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan secara berkelanjutan; mengadaptasi dan membangun ketahanan terhadap perubahan iklim; dan mengurangi dan/atau menghilangkan emisi gas rumah kaca.
Menjadi cerdas iklim adalah tema yang dibahas lebih dari 400 orang dari segala penjuru dunia yang berkumpul dalam International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) kelima. Ilmuwan terkemuka, pejabat pemerintah, masyarakat sipil dan perwakilan industri, peneliti senior, serta akademisi semua sepakat bahwa industri kelapa sawit dapat dan harus menjadi sangat cerdas iklim. Topik yang dibahas termasuk penanaman kelapa sawit yang dapat berkembang dalam kondisi iklim yang berbeda serta pemberian opsi berkelanjutan bagi petani kecil.

Seperti komoditas pertanian lainnya, kelapa sawit harus dapat beradaptasi dengan perubahan iklim. Bagi jutaan orang di seluruh dunia, minyak kelapa sawit adalah minyak nabati dengan nilai terbaik untuk penggunaan harian dan berperan besar dalam kehidupan modern kita, penggunaan minyak kelapa sawit dapat ditemukan dalam beragam produk seperti biskuit, sabun, hingga bahan bakar mobil Anda.
Jutaan orang juga sangat bergantung pada kelapa sawit sebagai sumber mata pencaharian mereka, dari petani kecil di pedalaman Kalimantan, pekerja di kilang dan pabrik, hingga pedagang dan pengangkut. Di Indonesia, setidaknya 16 juta orang menggantungkan diri pada minyak kelapa sawit sebagai sumber mata pencaharian. Dan kesejahteraan 60 kota di dalam negeri juga bergantung pada kelapa sawit.
Kelapa sawit hampir tak tergantikan. Tidak ada minyak nabati lainnya yang menyamai tingkat produktivitas per hektar kelapa sawit. Mengganti minyak sawit dengan minyak nabati lainnya berarti membuka lebih banyak lahan, yang akan meningkatkan deforestasi dan memberikan dampak terhadap perubahan iklim. Banyak negara tropis juga menganggap kelapa sawit sebagai hasil bumi yang dapat diperdagangkan dan berpotensi tinggi meningkatkan pendapatan jutaan petani kecil di daerah perdesaan.

Bagaimana menjadikan kepala sawit cerdas iklim?
Jawaban singkatnya adalah melalui kombinasi kemajuan ilmiah melalui penelitan dan pengembangan Litbang dan bioteknologi, serta penerapan praktik produksi yang berkelanjutan.
Melalui ilmu pengetahuan kami menghasilkan benih kelapa sawit dengan hasil produksi yang lebih tinggi, lebih kuat dan tahan penyakit serta lebih tahan terhadap perubahan iklim. SMART Research Institute (SMARTRI) kami telah mengembangkan kualitas tersebut dalam benih Dami Mas milik kami. SMARTRI juga terlibat dalam Proyek Genom Kelapa Sawit internasional yang menggunakan biologi molekuler untuk melengkapi dan mendukung cara-cara konvensional pembiakan kelapa sawit. Semua ini menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dan meningkatkan produktivitas bagi petani dengan skala besar maupun bagi petani kecil. Ini adalah produktivitas “cerdas” yang juga dapat membantu sektor kelapa sawit menghindari perluasan lahan pertanian dengan mengorbankan hutan.

Pada saat yang sama, penerapan praktik-praktik berkelanjutan yang berfokus pada perlindungan dan pelestarian hutan dan ekosistem seperti gambut, serta penerapan Kebijakan Tanpa Bakar yang ketat akan membantu memitigasi perubahan iklim.
Solusi berkelanjutan lainnya yang sedang dilakukan saat ini termasuk menangkap metana yang dilepaskan dari limbah kelapa sawit dan menggunakannya sebagai penghasil listrik. Tahun lalu, dengan menggunakan metana dan tanpa menggunaan bahan bakar fosil tambahan untuk listrik, kami mampu menghemat emisi sekitar 37.000 ton CO2eq. Limbah kelapa sawit dan limbah kaya nutrisi dari tandan buah yang dipanen juga didaur ulang menjadi pupuk organik dalam operasi kami. Hal ini membantu mengurangi ketergantungan pada bahan kimia sintetis dan pupuk berbasis fosil. Cara ini membantu kami mengurangi penurunan kualitas tanah dan air.
Sektor kelapa sawit sering dipandang negatif; banyak orang yang percaya bahwa industri ini menyebabkan kerusakan hutan tropis dan habitat satwa liar.
Namun industri kelapa sawit juga berpotensi dalam membuktikan bahwa keberhasilan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dapat selaras dengan konservasi hutan, praktik lingkungan yang lebih baik, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Merupakan tugas petani kelapa sawit dan semua pelaku dalam sektor ini untuk memastikan agar minyak kelapa sawit menjadi cerdas iklim sehingga akan tetap kuat dalam 10, 20, 50, atau 100 tahun mendatang. ICOPE 2016 membuktikan bahwa beberapa orang-orang cerdas sedang berusaha untuk menyempurnakan peralatan dan teknologi untuk mencapainya.