menu bar
close-grey

Postcards from the Field: Burung Hantu pemburu tikus

Posted: Oct 27, 2016 2 minute read Clairie Ng 970 views

Di tulisan kedua Postcards from the Field:, karyawan magang PT SMART sekaligus mahasiswa Ilmu Lingkungan, Clairie Ng, melanjutkan petualangannya di perkebunan kelapa sawit di Riau. 

Saya sangat semangat mengetahui agenda kami selanjutnya: pengendalian hama secara alami. Di sini kami melihat burung hantu, yang dimanfaatkan sebagai agen biokontrol untuk membasmi tikus pemakan buah kelapa sawit. Penggunaan agen biokontrol semacam ini lebih murah dan ramah lingkungan dalam membasmi hama dibandingkan dengan menggunakan pestisida kimia yang memiliki efek samping berbahaya.

Burung hantu digunakan untuk mengontrol populasi tikus di perkebunan kelapa sawit
Burung hantu digunakan untuk mengontrol populasi tikus di perkebunan kelapa sawit

Setelah bertemu dan membelai burung-burung hantu ini di fasilitas penangkaran kami, kami kembali ke kebun untuk bertemu dengan seorang spesialis agronomi berusia 60 tahun yang kaya pengalaman. Beliau mulai memperkenalkan kami pada biologi dasar buah kelapa sawit.

Seperti yang terlihat dalam foto ini, mesokarp berwarna oranye adalah bagian dari buah yang menghasilkan Minyak Sawit Mentah (CPO) yang diolah menjadi minyak goreng dan BBN, inti putih di tengah menghasilkan inti kelapa sawit yang berkelas lebih tinggi dan digunakan sebagai bahan baku kosmetik. Di bagian lain, cangkang inti yang berwarna cokelat dapat dibakar sebagai bahan bakar di proses pabrik dan kilang.

Kami kemudian menyaksikan pemanenan Tandan Buah Segar (TBS) oleh pekerja setempat yang terampil. Menggunakan galah panjang setinggi tanaman sawit, pekerja menggunakan cara unik untuk memanen kelapa sawit yaitu dengan mengangkat galah tersebut. Pada ujung galah tersebut terdapat pisau yang sangat tajam yang digunakan untuk memotong dan melepaskan TBS. Setelah berhasil dipotong, TBS besar akan jatuh berdebum ke tanah dan menyerakkan buah-buah kelapa sawit yang lepas dari tandannya (brondolan).

Para pekerja kemudian mengumpulkan dan menata TBS menjadi tiga baris untuk diangkut oleh traktor dengan cakar khusus. Ini merupakan contoh mekanisasi proses panen yang baik. Pekerja perempuan mengumpulkan brondolan ke dalam ember. Menunjuk salah satu dari mereka, pemandu kami dengan semangat menjelaskan, “Di situlah pendapatan kami! Brondol mengandung banyak minyak!” Begitu besar dedikasi para pekerja sehingga tidak ada brondolan yang terabaikan.

Ahli tersebut lalu menjelaskan tentang penggunaan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai pupuk. Cara ini mengurangi pengeluaran dan tidak membutuhkan irigasi. TKKS mengandung nutrisi penting seperti nitrogen dan fosfor serta membantu mempertahankan kelembaban (penting bagi perkebunan kelapa sawit). Menyaksikan bagaimana berbagai komponen kelapa kelapa didaur ulang merupakan hal yang inspiratif.

125_2

Setelah sesi sore kami bersama spesialis tersebut selesai, dengan penuh rasa terima kasih saya kembali ke mes saya yang nyaman untuk makan malam. Hari yang sibuk namun mengesankan. Saya belajar bahwa agronomi lebih dari sekadar ilmu tanah. Agronomi yang sebenarnya adalah pengalaman dan interaksi dengan tanah. Agronomi menuntut harmoni antara tanah, tanaman, dan cuaca.

Pemandu kami menjelaskan, “Menanam sawit yang baik seperti membesarkan anak-anak: bayi yang sakit-sakitan akan tumbuh menjadi remaja yang sakit-sakitan juga”.

Perlu diingat bahwa di balik merek besar dan citra korporasi, terdapat pengasuh kebun yang rendah hati yang menjaga dan mempraktikkan pengetahuan berharga yang menjaga kelangsungan produksi makanan kita.

Pengetahuan tentang waktu pemberian pupuk; cara pemberian pupuk (dalam diameter melingkar di sekitar pohon, tidak dekat dengan batang sehingga lebih dekat ke ujung akar); atau pohon mana yang bisa dipanen (ketika sejumlah buah merah sudah lepas) merupakan pergerakan rantai reaksi alami yang memproduksi CPO dan makanan bagi kita. Namun kita sering melupakan perawatan tanah. Semua dimulai dari persiapan tanah dan penanaman benih. Jika manusia lebih peduli atas sumber makanannya dan jika kita semua rendah hati sebagaimana petani kecil yang mencintai negerinya, kita dapat menjadi pelayan yang lebih baik bagi bumi ini.

Di tulisan selanjutnya, Clairie melanjutkan petualangannya di SMART Research Institute

Tetap up-to-date dengan berita terbaru dengan berlangganan buletin bulanan kami di sini

fb twitter linkedin mail