menu bar
close-grey

Mempromosikan pekerjaan yang layak di perkebunan kelapa sawit Indonesia

Posted: Feb 09, 2018 5 minute read Melissa Yeoh and Irpan Kadir 6249 views

Mempromosikan lingkungan kerja yang beretika dalam rantai pasok Golden Agri-Resources (GAR) merupakan bagian dari komitmen untuk menciptakan ketenagakerjaaan yang bertanggung jawab. Untuk meningkatkan kepatuhan dan kondisi kerja, GAR menjalin kerjasama dengan Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation atau “ILO”) untuk meningkatkan:

  1. status pekerjaan
  2. dialog sosial
  3. keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
  4. pencegahan praktik pekerja anak
  5. peran pengawas tenaga kerja

Tim rantai pasok GAR mengadakan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion atau “FGD”) bersama ILO dan pemasok untuk menetapkan ekspektasi mengenai “apa yang dimaksud dengan pekerjaan layak di perkebunan kelapa sawit”. Tujuan dari sesi ini adalah mengidentifikasi persoalan utama  dalam aspek ketenagakerjaan di perkebunan, akar permasalahan yang dihadapi, lalu memetakan solusi untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan.

decent01
Kredit foto: Resta Ekapradistya

Isu menantang, potensi solusi

Sebagian besar pemasok memiliki kebijakan yang mewajibkan pekerja untuk mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) sebelum memasuki area kerja. Namun cuaca yang panas di sekitar khatulistiwa menyebabkan para pekerja seringkali merasa tidak nyaman dan melalaikan pemakaian APD saat melakukan pemanenan buah di bawah terik sinar matahari. Salah satu potensi ide yang muncul adalah: Bagaimana perusahaan agribisnis seperti GAR dapat bekerjasama dengan produsen agrokimia untuk merancang APD yang sesuai iklim daerah tropis dengan memanfaatkan teknologi pendingin untuk mengatasi panas?

Untuk  layanan kesehatan, keikutsertaan dalam Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) adalah hal wajib, karena BPJS merupakan asuransi kesehatan nasional yang harus disediakan semua perusahaan untuk karyawan mereka. Asuransi ini memungkinkan karyawan yang sakit atau cedera untuk berobat ke klinik tertentu yang termasuk dalam rencana pertanggunggan asuransi, tanpa mengeluarkan biaya. Namun, klinik semacam itu sering kali tidak dapat diakses oleh pemasok yang berada di daerah pedesaan/pelosok. Akibatnya, pemasok sering harus membayar BPJS dan juga biaya tambahan lainnya untuk perawatan medis di klinik yang dapat diakses karyawan mereka namun tidak tercakup dalam BPJS. Biaya tambahan itu bisa cukup tinggi. Persoalan ini tidak dapat dipecahkan oleh pemasok dan produsen saja, namun memerlukan dialog antara berbagai pihak yang didorong oleh ILO.

Salah satu persoalan yang paling menyita perhatian pemangku kepentingan industri saat ini adalah upah minimum. Perusahaan memberikan upah yang layak sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah daerah, dengan mempertimbangkan ketentuan dalam perjanjian kerja bersama dengan serikat pekerja. Akan tetapi, upah minimum bisa bervariasi dari satu provinsi ke provinsi lain karena tidak ada standar tetap dalam industri ini, dan bagi sejumlah pemasok yang beroperasi di beberapa provinsi persoalan ini bisa membingungkan. Karena itu, para pemasok yang berpartisipasi dalam diskusi melihat perlunya ILO melakukan penelitian dan memfasilitasi dialog sosial lebih lanjut dengan GAPKI, APINDO, dan pemerintah daerah untuk mengeksplorasi solusi yang lebih jelas.

Mengubah pola pikir merupakan komponen kunci dalam membatasi pekerja di bawah umur. Pada sebagian besar masyarakat yang berfokus pada pertanian,  tak ada cukup kesadaran tentang bagaimana pendidikan membantu tumbuh kembang anak-anak. Memasukkan anak-anak ke sekolah seringkali bukan prioritas bagi petani ketika mereka mengandalkan anggota keluarga untuk ikut mencari nafkah bagi keluarga. Untuk mengubah mentalitas ini, beberapa pemasok meningkatkan akses pendidikan dengan menyediakan bus sekolah, balai penitipan anak, taman kanak-kanak, dan sekolah. Demikian pula, GAR memberikan dukungan bagi 217 sekolah dari tingkat TK sampai SMA, memperkerjakan 1.600 guru, dan menyediakan pendidikan bagi lebih dari 28.200 siswa. Ini adalah bagian dari upaya Perusahaan untuk memajukan pendidikan anak-anak, dan nilai-nilai ini juga diamini oleh para pemasok. Pemasok yang ikut serta dalam diskusi menyoroti perlunya semua pihak memainkan peran mereka agar upaya ini berhasil. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama dengan pengepul tandan buah segar (TBS), petani kelapa sawit, dan pemerintah daerah dalam mengidentifikasi bidang yang terpapar risiko pada penggunaan pekerja di bawah umur dan akses anak terhadap pendidikan.

decent02
Kredit foto: Resta Ekapradistya

Salah satu pemasok mengakhiri sesi ini dengan mengangkat kutipan “Memanusiakan manusia”, yang dapat diartikan sebagai: Memanusiakan manusia di tempat kerja. Pemasok memiliki keinginan untuk dapat menjadi pemberi kerja yang bertanggung jawab dan memperlakukan karyawan dengan adil serta bermartabat. Selain itu, banyak pemasok yang menghadapi kesulitan dalam merekrut serta mempertahankan tenaga kerja di daerah pedesaan, sehingga mereka memahami keharusan yang mendesak dalam mewujudkan kondisi kerja yang layak agar dapat menarik pekerja lebih cepat. Banyak pemasok mengalami kebingungan dengan banyaknya standar persyaratan berbeda yang perlu dipatuhi, dan mereka membutuhkan dukungan dalam hal ini.

Di sinilah GAR dan ILO melihat adanya peluang untuk mendorong perubahan. Transformasi ketenagakerjaaan di wilayah pedesaan memerlukan waktu, dan diskusi kelompok terfokus semacam ini barulah sebuah langkah awal.

Yunirwan Gah, Koordinator Proyek Nasional ILO, meyakini bahwa diskusi tersebut merupakan awal yang positif untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan, “Ini adalah langkah pertama untuk lebih memahami persoalan konkrit yang dihadapi pengusaha kelapa sawit di lapangan terkait K3 dan isu ketenagakerjaan. Diskusi ini bersifat interaktif dan kami merasa gembira melihat antusiasme peserta dalam berbagi pemikiran tentang cara membenahi lingkungan kerja di industri minyak kelapa sawit. Yang terpenting, kami menegaskan kembali komitmen semua pihak terhadap industri minyak kelapa sawit yang berkelanjutan.”

Pada akhir sesi, disepakati sebuah rencana kerjasama di mana GAR dan ILO akan mendukung pemasok dalam pelatihan dan menerapkan perubahan di tempat kerja masing-masing.

Jika Anda adalah pemasok GAR dan membutuhkan dukungan untuk memajukan perjalanan keberlanjutan, pelajari lebih lanjut mengenai hal itu di sini. Bila Anda adalah pemasok kelapa sawit dan berminat untuk mempelajari lebih banyak hal mengenai program GAR/ILO, hubungi kami di [email protected].

Melissa Yeoh adalah bagian dari tim Sustainability Relations GAR, yang mengkhususkan diri pada keterlibatan pemangku kepentingan internasional. Beliau memiliki pengalaman lebih dari 11 tahun di industri minyak kelapa sawit, menangani beragam persoalan keberlanjutan baik di sektor hulu maupun hilir, seperti perdagangan, kepatuhan, serta merger dan akuisisi. Melissa adalah akademisi senior setingkat associate professor di Institute of Sustainable Leadership, University of Cambridge dan mengantongi gelar MBA Bisnis Internasional dari University of East London. Ia juga memiliki akreditasi profesional dari Program Sertifikasi Praktisi Hubungan Industrial APINDO Indonesia.

Irpan Kadir adalah bagian dari tim bidang kepatuhan rantai pasok di GAR. Ia bertanggung jawab untuk mengembangkan dan menerapkan sistem penilaian kinerja pemasok berdasarkan Kebijakan Sosial dan Lingkungan GAR (GSEP). Sebelumnya Irpan bekerja sebagai auditor untuk skema Sustainable Forest Management, RSPO, dan ISPO, dan memiliki pengalaman sebagai konsultan di bidang tanggung jawab sosial perusahaan, pengembangann masyarakat, dan pelaporan keberlanjutan. Ia lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan gelar sarjana dari jurusan Sosial dan Ekonomi Pertanian.

Tetap up-to-date dengan berita terbaru dengan berlangganan buletin bulanan kami di sini

fb twitter linkedin mail